Jadi juara dunia, siapa sih yang gak pingin? Karena selain dikenal banyak orang dan bisa mengharumkan nama bangsa, sang juara dunia juga akan mendapatkan guyuran materi yang sangat berlimpah.
Tapi jadi juara dunia juga gak mudah, gak semudah membalikkan telapak tangan, banyak pengorbanan yang dibutuhkan. Namun yang jelas bukan korban perasaan.
Ya, karena memang tingginya gengsi yang didapat setelah menjadi juara dunia, banyak atlet yang berlomba-lomba untuk menjadi yang terbaik demi bisa meraih gelar tersebut. Namun karena hal itu lah yang membuat gelar juara dunia adalah hal yang sulit untuk diraih.
Namun sulit bukan berarti tidak mungkin, sudah banyak atlet Indonesia yang berhasil menjadi juara dunia, terutama di sektor bulutangkis. Tahu siapa saja atlet Indonesia yang pernah jadi juara dunia?
www.badmintonphoto.com
Banyaknya sang juara dunia bulutangkis dari Indonesia memang sesuatu yang sangat membanggakan. Sampai saat ini, Indonesia masih dikenal sebagai salah satu kiblat bulutangkis dunia, termasuk juga China.
Anggapan itu memang wajar, karena setiap tahunnya para atlet Indonesia selalu menorehkan prestasi yang membanggakan di dunia bulutangkis. Beberapa legenda bulutangkis pun lahir di Indonesia, seperti halnya Taufik Hidayat, Susy Susanti, Hendra Setiawan, hingga Liliyana Natsir.
Kenal dengan Liliyana Natsir kan? Kalau saya sih kenal banget sama si dia, secara dia adalah salah satu atlet badminton andalan Indonesia di sektor ganda campuran.
Meskipun nomor spesialisnya adalah di ganda campuran, namun Liliyana juga pernah bermain di sektor ganda putri bersama dengan Vita Marissa. Bisa sebutkan prestasi apa yang pernah mereka raih saat masih berpasangan?
Prestasi Liliyana di sektor ganda putri memang tidak sementereng ketika dirinya bermain di ganda campuran. Sata bermain di sektor itu, Liliyana berhasil meraih banyak gelar bergengsi, mulai dari gelar di Kejuaraan Dunia hingga Olimpiade.
AP/Mark Humphrey
Namun siapa yang menyangka, atlet sehebat Liliyana ternyata hanya lulusan SD. Meskipun hanya lulusan SD, namun prestasi Liliyana tidak kalah hebatnya dengan mereka yang lulusan sarjana.
Jadi jangan anggap remeh seseorang yang hanya lulusan SD, karena bisa jadi dia akan lebih sukses dari mereka yang lulusan sarjana atau pun yang bergelar doktor. Berikut adalah perjalanan hidup Liliyana, sang juara dunia dari Manado yang hanya lulusan SD.
Berawal dari Halaman Rumah
www.kompasiana.com
Liliyana Natsir adalah perempuan kelahiran Manado, Sulawesi Utara pada 9 September 1985. Jika dihitung, saat ini Liliyana sudah berusia 33 tahun, usia yang cukup senja untuk seorang atlet.
Liliyana sendiri memang dibesarkan dari keluarga yang mencintai bulutangkis, terutama ibunya. Bersama ibu dan juga sang kakak, Liliyana yang kala itu masih berusia 9 tahun sudah belajar mengayunkan raket. Kamu usia 9 tahun masih main apa?
Melihat antusias putrinya, kemudian ibunda Liliyana, Olly Maramis, memutuskan untuk memasukkan putrinya ke klub bulutangkis setempat, yakni PB Pisok Manado. Masuk di klub, sang pelatih pun menyadari bahwa memang Liliyana memiliki bakat di dunia tepok bulu tersebut.
www.liputan6.com
Sejak saat itu lah, kehidupan Liliyana kecil mulai berubah. Tangan mungilnya terus berlatih untuk mengayunkan raket, latihan keras pun selalu menghiasi hari-harinya.
Bakat yang dia miliki ditambah dengan latihan keras, berhasil mengantarkannya menuai prestasi. Dalam sebuah kejuaraan lokal di Manado, Liliyana berhasil menyumbangkan medali emas terbanyak untuk klubnya, PB Pisok Manado.
Perjalanan kariernya pun terus berlanjut, dan di usia 12 tahun dirinya memutuskan untuk ke Jakarta dan bergabung bersama klub Tangkas Alfamart. Keputusan itu dia buat berdasarkan dorongan pribadi dan juga keluarga.
Hidup mandiri dan jauh dari keluarga di usia muda adalah masa-masa sulit yang harus dilalui oleh Liliyana. Kalau aku sih sudah pasti nangis, usia segitu sudah merantau jauh dari keluarga.
Pernah Menangis
www.liputan6.com
Sang juara dunia juga hanya manusia biasa, dia juga bisa menangis, sama seperti kalian.
Sejak tahun 1997, Liliyana memang harus tinggal di asrama Tangkas Alfamart, Jakarta. Di sana dia terus berlatih keras, sambil belajar secara perlahan untuk hidup mandiri, tanpa ditemani sang ibu.
Tekanan batin pun mulai merasuki Liliyana, karena ketika di Manado, dirinya selalu dekat dan tidak pernah jauh dari orang tuanya, termasuk sang ibu. Ketika rasa kangen sudah memuncak dan dia tetap dihadapkan dengan rutinitas latihan keras, Liliyana pun mengaku sempat menangis.
Bahkan pernah diakuinya, ketika mendapat kesempatan pulang ke Manado, Liliyana menolak untuk kembali ke Jakarta. Namun dengan bujuk rayu dan dorongan yang kuat dari sang ibu, Liliyana pun akhirnya kembali ke Jakarta, untuk menekuni bulutangkis.
Berhenti Sekolah
duaribuan.wordpress.com
Pindah ke Jakarta, lantas bagaimana dengan sekolah Liliyana? Terlebih dia juga sudah menyerahkan sepenuh hidupnya kepada bulutangkis, dan bahkan dirinya rela jauh dari orang tua.
Ya, dia memutuskan untuk berhenti sekolah, sebuah keputusan yang sangat berat bagi Liliyana. Saat pindah ke Jakarta, dia masih berusia 12 tahun, itu berarti dirinya baru saja lulus Sekolah Dasar (SD).
Kalau kamu bagaimana, mending jalan dua-duanya atau berhenti sekolah, seperti Liliyana?
Keputusan Liliyana untuk berhenti sekolah dan mengejar karier di dunia bulutangkis memang bukan tanpa alasan. Pertama, dia merujuk pada nilai mata pelajaran olahraga, yang selalu berada di nilai 9.
Pertimbangannya yang selanjutnya apa lagi kalau bukan ingin sepenuhnya fokus mengejar karier di dunia bulutangkis. Terlebih Liliyana juga sudah berhasil membuktikan kehebatannya di kejuaraan lokal di Manado.
Keputusannya untuk berhenti sekolah dan hanya menyandang lulusan SD ternyata sangat didukung oleh kedua orang tuanya, meskipun ada juga beberapa keluarga yang menyesalkan hal itu. Namun tekad Liliyana memang sudah bulat, dia ingin menyerahkan hidupnya kepada dunia bulutangkis.
Kenapa Dipanggil Butet?
youtube.com
Kalau kamu penggemar bulutangkis, pasti sering mendengar bahwa Liliyana disapa Butet oleh rekan-rekannya atau bahkan sang pelatih. Padahal Butet adalah panggilan adik untuk orang Batak, sementara dia berasal dari Manado.
Liliyana pun bercerita, ketika pertama kali masuk di klub Tangkas Alfamart, ada temannya yang mengajak dirinya berkenalan. Dia pun lantas memperkenalkan dirinya, ‘Liliyana’.
“Namanya siapa?’, terus saya bilang ‘Liliyana’. Dia bilang ‘Wah, kepanjangan, mendingan mulai sekarang saya panggil kamu Butet saja, ya,”
“Karena di Medan, Butet itu nama panggilan sayang untuk adik,” kenang Liliyana. Karena dia anak bungsu di keluarganya, Liliyana pun mengiyakan panggilan tersebut.
Spesialis Ganda Campuran
fakta.news
Masuk ke pelatnas Cipayung pada tahun 2002, kemudian sejarah mencatat, bahwa Liliyana adalah pemain spesialis di ganda campuran. Meskipun pada kenyataannya dia juga pernah bermain di sektor ganda putri bersama dengan Vita Marissa.
Namun sang pelatih, Richard Mainaky kemudian menawarinya untuk bermain di ganda campuran. Setelah mengiyakan, Liliyana pun dipasangkan dengan Nova Widianto sejak tahun 2004 silam.
Keputusan Richard ternyata tidak salah, dan satu tahun kemudian Liliyana berhasil menjadi juara dunia di Kejuaraan Dunia BWF tahun 2005 yang berlangsung di Amerika Serikat. Kemudian di tahun 2007, Liliyana masih dengan pasangan yang sama berhasil meraih gelar di Kejuaraan Dunia BWF, yang kali ini berlangdung di Malaysia.
thenoirlatte.wordpress.com
Setelah Nova Widianto pensiun dari dunia bulutangkis, Liliyana kemudian dipasangkan dengan Tontowi Ahmad, yang menjadi pasangannya di sektor ganda campuran hingga saat ini. Ngomong-ngomong bisa gak ya Liliyana bermain di tunggal putri?
Prestasi Tetap Stabil Meskipun Berganti Pasangan
old.presidentpost.id
Bukan berganti pasangan yang itu loh ya, melainkan berganti pasangan di sektor ganda campuran. Prestasi Liliyana bisa dibilang tetap stabil, meskipun kali ini dia bermain bersama Tontowi Ahmad.
Bersama Tontowi, Liliyana berhasil meraih dua gelar di Kejuaraan Dunia, masing-masing pada edisi 2013 dan 2017. Tidak hanya itu, mereka juga berhasil meraih prestasi yang sangat membanggakan, yakni menjadi juara Olimpiade Rio de Janeiro 2016, dengan mengalahkan pasangan Malaysia, Chan Peng Soon/Goh Liu Ying di partai final.
Kesimpulan
Pendidikan formal di bangku sekolah atau pun di kampus tidak akan menjamin kesuksesan seseorang. Karena kesuksesan bisa diraih dengan kerja keras.
Hal itu pun sudah dibuktikan oleh Liliyana, meskipun hanya menyandang lulusan SD, namun Liliyana bisa meraih prestasi internasional dan mengharumkan nama Indonesia. Namun perjuangannya untuk meraih prestasi di level dunia juga diraih dengan cara yang tidak mudah.
Dirinya sampai harus berpisah dengan keluarga dan berhenti sekolah di usia 12 tahun. Tekanan batin pun dia rasakan, sebelum akhirnya dia berhasil meraih kesuksesan hasil dari jerih payahnya sebagai seorang atlet.
www.antaranews.com
Saat ini Liliyana masih aktif bermain dan berpasangan dengan Tontowi Ahmad. Meskipun sudah tidak segarang dulu di atas lapangan, namun mereka masih berhasil menduduki ranking 4 dunia.
Artikel ini saya tulis untuk mematahkan anggapan bahwa kesuksesan itu bisa diraih dengan mengenyam pendidikan setinggi mungkin. Memang ada kalanya benar, namun hal yang paling mendasari dari arti kata sebuah kesuksesan adalah kerja keras dan sikap pantang menyerah.
Saya menulis demikian, karena secara kebetulan saya seorang penggemar bulutangkis, dan Liliyana adalah salah seorang idola saya di dunia bulutangkis, selain Kevin Sanjaya Taufik Hidayat.