Seperti kita ketahui, 2 dari 10 Orang terkaya di Indonesia
menurut Versi Forbes pada tahun 2018 adalah pemilik perusahaan Rokok. Pernahkah
anda berfikir saat melihat iklan rokok di TV ataupun di Baliho? apa yang
membuat Produk Rokok mau tetap beriklan padahal mereka telah memiliki pelanggan
loyalnya tersendiri ?
Karena saya basicnya adalah seorang marketing, tentu saja pertanyaan tersebut menjadi menarik. Sehingga ketika saya dan teman-teman marketing lain, serta teman advertiser cukup panjang berdiskusi, mengapa Perusahaan rokok yang bahkan dari sisi branding dan profitnya pun sudah cukup baik, mengapa masih tetap mau beriklan ?
Kami merasa 3 alasan berikut ini mungkin dapat menjadi alasan
mengapa Produk selaris Rokok masih mau beriklan di Televisi, Internet, Event
atau bahkan Baliho:
1. Ingin menjadi Top Of Mind
Telah menjadi suatu yang di-idam-idamkan dan di-impi-impikan oleh banyak perusahaan dimana brand dan produknya berada dalam posisi top of mind di pikiran
customer atau bahkan calon customer mereka.
Apa yang dimaksud dengan top of mind? Top of mind adalah saat dimana sebuah produk atau brand di-ingat kuat dan dikenal secara meluas oleh banyak orang.
Kemudian tidak dapat disanggah bahwa kebanyakan perusahaan rokok seperti Gud*ng Garam maupun Dj*rum adalah merupakan sebuah produk yang bisa dikatakan telah berada dan menempati posisi di puncak top of mind.
Tetapi apakah cukup dengan berada diposisi top of mind berarti menjadi sebuah indikator bahwa konsumen sudah pasti akan terus melakukan repeat order terhadap produk tersebut alias menjadi customer loyal? Jawabannya mungkin Antara iya dan tidak.
Fakta yang terjadi, terkadang sebuah brand/merk ataupun produk
belum tentu selalu dipikirkan oleh konsumen selama 1x24 jam. Banyak sekali hal dalam kehidupan konsumen sehari-hari
yang dapat menjadi distraksi bagi mereka para perusahaan yang telah menempati
posisi Top Of Mind.
Ada berbagai varian bentuk distraksi tersebut. Yang pada dasarnya Distraksi itu adalah berupa pesan komunikasi,
penawan suatu promo dari competitor, bahkan hingga suatu yang dapat menjadi
halangan yang memaksa customer untuk melupakan sejenak produk tersebut.
Semisalnya sajamasalah uang yang belum cukup untuk membeli, Produk yang dicarinya tidak tersedia, sedang habis dan juga yang lainnya.
Ketika hal-hal tersebut terjadi, konsumen dapat dengan mudah
beralih ke produk yang lain. Sebab itulah mereka yang disebut sebagai market
leader merasa harus selalu beriklan untuk meminimalisir terjadinya suatu distraksi, juga memperkuat posisi brand dibenak konsumen.
Brand sekelas Un*lever, Samp*erna, Dj*rum, W*ngs, L*on dan juga perusahaa-perusahaan besar lainnya akan mengalami yang dinamakan penurunan jumlah pendapatan ketika brand-brand tersebut berhenti dalam proses beriklan terutama di Televisi.
Bagi brand-brand tersebut, beriklan adalah merupakan suatu investasi jangka pendek maupun jangka panjang. Jadi tidak mungkin ada pertanyaan dari para me=arket leader bahwa Tahun ini mereka harus pasang iklan di televisi atau di baliho guna dapat meminimalisir budget beriklan itu sendiri ?
Yang perlu kita ingat adalah, proses komunikasi yakni dalam hal
advertising adalah menggunakan komunikasi yang persuasif, harus benar-benar
dilakukan secara konsisten, terus menerus dengan dasar makna pesan inti yang
sama. Karena konsumen adalah makhluk
yang irasional.
Contoh seberapa irasionalnya konsumen terjadi pada saat Pepsi mengadakan sebuah tantangan atau Pepsi Challenge pada tahun 1981. Tantangan tersebut berupa tes yang biasa disebut “Blind Test”, Yakni menebak mana minuman yang paling enak antara minuman Pepsi dan Coca Cola.
Hasil yang didapat dari blind
test tersebut ternyata banyak yang mengatakan kalau rasa dari minuman Pepsi lebih enak disbanding Coca Cola.
Pepsi Challenge adalah sebuah challenge yang cukup viral pada
saat itu, dan juga membuat Coca Cola merasa ketakutan hingga Coca cola meluncurkan Coca Cola rasa
baru pada tahun 195 yang dipercaya rasanya lebih enak dibandingkan Pepsi.
Akan tetapi
sangat disayangkan, resep baru tersebut tidak hanya membuat para konsumen loyal
Coca-Cola kecewa, namun juga merasa
marah karena banyak konsumen merasa mereka dipermainkan oleh Coca Cola yang
telah merubah ciri khas rasa Coca Cola yang sudah familiar di lidah mereka
selama bertahun-tahun.
Pada saat itu
juga Coca-Cola mrmutuskan menarik seluruh produk baru tersebut, yang telah
terlanjur mereka edarkan.
2. Mendapatkan Customer Baru
Setiap perusahaan terkenal, telah
menjadi top of mind ataupun menjadi nomor 1 di bidangnya, pasti memiliki
anggaran budget untuk proses pemasaran, yang dimana semua iklan tersebut dimasukkan
dalam anggaran untuk menggunakan budget pemasaran tersebut.
Dan anggaran
tersebut sudah merupakan salah satu dasar biaya dari harga pokok penjualan
(HPP) dari hasil penjualan produk tersebut.
Alasan utama yang paling tepat adalah untuk meningkatkan
brand awareness pada calon konsumen baru. Hal tersebut dikarenakan setiap hari,
bulan bahkan setiap tahun nya, aka ada banyak calon customer baru yang bermunculan,
dimana kebanyaka para calon customer
baru ini umumnya masih cukup awam terhadap produk yang akan dan baru ingin
mulai dikonsumsi nya.
Bisa dibilang ini salah satu cara menggaet calon customer
baru tersebut dengan produk yang di-iklankan-nya.
Sebagai contohnya, anak-anak pada tahun 80–90-an umumnya tahu produk wafer dengan merk “Superman”, yang sangat terkenal pada saat itu.
Namun karena tidak adanya kegiatan marketing yang dilakukan karena ada masalah mengenai sebuah pelanggaran hak cipta juga dengan tokoh fiksi “Superman” yang dimana sekarang wafer tersebut berganti nama menjadi “Superstar”.
Produk tersebut mungkin hanya di kenal baik oleh orang-orang yang berusia di rentang 30–40an, yang itu artinya dimana yang dibawah umur tersebut kemungkinan besar tidak mengenal baik atau bahkan tidak tahu produk wafer “Superman” yang pernah sangat eksis pada masanya, begitupun coklat bermerk “Kelinci”, dan juga mungkin untuk produk-produk lain yang pernah eksis di tahun 80–90an juga banyak yang mengalami nasib sejenis seperti wafer supermen maupun coklat kelinci yang pernah eksis pada masanya namun tidak pernah di-iklankan.
Jadi
selain untuk mendapatkan konsumen baru, kegiatan mengiklankan sebuah produk
ataupun merk juga dapat menjaga agar produk terus tetap di kenal oleh generasi
selanjutnya.
Jika tidak penjualan mereka akan bisa saja penjualan mereka akan
terus menurun dari tahun ke tahunnya.
3. Menanamkan Identitas Merk
Selain untuk menjadi top of mind, lalu untuk mendapatkan customer baru, tentu saja tujuan sebuah produk dalam beriklan adalah menanamkan
identitas merek pada konsumen atau calon konsumen.
Produk seperti produk rokok adalah salah satu produk yang memiliki aturan yang ketat dalam melakukan pemasarannya.
Dalam bab III etika Pariwara Indonesia aturan tentang produk rokok ataupun tembakau di Indonesia membuat Produsen rokok tidak bisa menunjukkan produknya di dalam iklan televisi atau yang terpampang dibaliho, sehingga yang dapat ditunjukkan adalah Metafora, Brand Image ataupun Gaya Hidup yang digambarkan oleh iklan-iklan tersebut sesuai denga target pasar yang ingin direbut.
Semisal saja Iklan rokok yang menggambarkan macan yang mengejar seorang pemburu yang gagah di hutan, kemungkinan besar target pasarnya adalah pria-pria dewasa yang apabila menghisap rokok tersebut, kesan pria pemberani sangat melekat pada konsumen rokok tersebut.
Atau ada lagi contoh iklan rokok dari
perusahaan yang sama namun menayangkan sekumpulan anak muda yang sedang
bersenang-senang disuatu tempat, kemungkinan besar target yang ingin direbutnya
adalah anak-anak muda yang selama ini merokok, dimana produk rokok tersebut
terkesan untuk pria dewasa, namun perusahaan rokok tersebut ingin menciptakan kesan bahwa produk terbarunya mereka cocok untuk anak-anak muda.
Jadi itulah fungsi dari identitas
merk yang dibangun dalam iklan, terutama iklan-iklan rokok. Mereka
menggambarkan produk yang mereka sesuai dengan target pasar mereka.
Telah menjadi suatu rahasia umum
dan hal yang diketahui banyak orang bahwa produk rokok dapat menyebabkan
kecanduan bagi penggunanya, sehingga konsumen rokok diharapkan dapat berlangganan
produk rokok tersebut, terus membeli dan melakukan repeat order, bahkan setiap
hari.
Hal ini membuat produsen rokok cukup memperkenalkan lalu mengingatkan secara terus menerus kepada konsumen rokok tersebut akan gambaran produk rokok mereka.
Sehingga tujuannya dari langkah perlangkah seperti Iklan rokok > konsumen baru > iklan rokok > konsumsi jangka panjang > profit
Tidak perlu heran apabila
iklan rokok akan selalu ada di setiap acara bahkan kompetisi olahraga
untuk mengingatkan konsumen bahwa rokok yang dikonsumsinya selalu dan selalu ada.