Namun pernahkah kalian berpikir bahwa klub-klub tersebut akan bertransformasi menjadi sebuah klub kecil, atau istilahnya adalah klub medioker? Memang sulit membayangkan klub seperti mereka akan berubah menjadi klub medioker yang sama sekali tidak diperhitungkan di dalam sebuah kompetisi. Akan tetapi hal itu sebenarnya mungkin saja terjadi, karena sudah banyak contoh kasusnya di panggung sepak bola.
Kenal dengan Leeds United atau mungkin Nottingham Forest? Saya bisa katakan, bahwa hampir semua para pecinta sepak bola di Indonesia tidak kenal dengan mereka. Karena untuk saat ini keduanya tidak bermain di kompetisi kasta tertinggi. Sekarang Leeds United dan Nottingham Forest hanya bermain di kompetisi kasta kedua Inggris atau Divisi Championship.
Padahal keduanya pernah menjadi klub besar dan disegani di Inggris, bahkan Eropa. Namun saat ini keduanya hanya berstatus sebagai klub medioker, bahkan mereka pun tidak mampu bermain di kompetisi kasta tertinggi. Selain keduanya, masih ada contoh lain dari kasus yang sama, di mana klub besar berubah menjadi klub medioker.
Leeds United
www.soccersuck.com
Nama pertama yang akan dibahas adalah Leeds United. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, Leeds United saat ini tengah bermain di kompetisi kasta kedua Inggris atau Divisi Championship. Namun jauh sebelumnya, Leeds United pernah berjaya dan menjadi salah satu tim yang cukup disegani di dataran Eropa.
Kejayaan Leeds United diawali oleh penunjukkan mantan pemain mereka, Don Revie untuk menjadi manajer pada Maret 1961 silam. Setelah sebelumnya mereka nyaris terdegradasi, Revie mampu membawa Leeds United berjaya dengan promosi ke First Division pada musim 1963/64 silam. Tidak hanya itu, kemudian Revie juga berhasil mengantarkan Leeds United berjaya di Eropa dengan dua kali menjuarai Inter-Cities Fairs Cup dan lolos ke final European Cup Winners’ Cup. Namun sayang, di partai final European Cup Winners’ Cup mereka harus menelan kekalahan dan harus puas menjadi runner-up.
Usai era Revie berakhir, kejayaan Leeds United tidak kunjung terhenti. Bahkan di tangan pelatih Jimmy Armfield, Leeds United berhasil lolos ke final Liga Champions Eropa musim 1974/75, dengan melawan Bayern Munich di partai puncak. Namun lagi-lagi Leeds United hanya mampu menjadi runner-up, setelah dikalahkan Bayern Munich dengan skor 2-0.
Keberhasilan Leeds United berjaya di Eropa membuat sang pemilik kala itu, Peter Ridsdale meminjam uang dalam jumlah besar untuk memperkuat skuatnya demi memenuhi ambisi mereka di level Eropa. Berkat dana besar hasil pinjaman itu, Leeds United berhasil bertransformasi menjadi klub kuat dengan memiliki banyak pemain bintang. Mereka pun secara rutin berada dalam posisi lima besar di akhir klasemen Liga Inggris, yang membuatnya berhak tampil di kompetisi level Eropa. Mereka pun beberapa kali berhasil mencapai babak semi-final Liga Champions dan juga Piala UEFA (sekarang Europa League). Di era itu lah, Leeds United kemudian berhasil melahirkan nama-nama besar seperti Rio Ferdinand, Alan Smith, hingga Mark Viduka.
Akan tetapi setelah itu, Leeds United mengalami penurunan prestasi, yang membuat mereka kehilangan pemasukan. Perlahan namun pasti, Leeds United harus menjual beberapa pemain bintangnya demi menutup hutang mereka.
1. FC Nurnberg
www.pinterest.co.uk
Bukan suatu kesalahan tanda baca, memang nama klub asal Jerman ini adalah 1. FC Nurnberg. Masyarakat Jerman mengenal 1. FC Nurnberg dengan julukan The Club, der Club, yang berarti ‘klub yang itu’. Bukan tanpa suatu alasan, 1. FC Nurnberg memang terkenal sebagai klub yang memiliki cara bermain yang berbeda dari klub lainnya. Mereka menerapkan permainan yang lambat, namun pasti. Akan tetapi berkat ciri khas permainan itu, 1. FC Nurnberg sempat berhasil merajai kejuaraan regional Jerman Selatan. Setelah Perang Dunia I, 1. FC Nurnberg perlahan-lahan mulai menjadi klub yang sangat disegani di seluruh penjuru Jerman. Bahkan mereka berhasil menjadi klub yang sangat populer kala itu, jauh mengalahkan Bayern Munich yang di era sepak bola modern disebut-sebut sebagai klub terkuat di Jerman.
Namun yang menjadikan klub ini berubah menjadi klub medioker adalah karena ciri khas dari permainan mereka sendiri. 1. FC Nurnberg tidak bisa mengimbangi sepak bola modern yang memiliki permainan cepat. Sementara 1. FC Nurnberg masih tetap dengan gaya mereka, yakni memainkan sepak bola secara pelan namun pasti. Karena tidak bisa mengimbangi kecepatan permainan lawan yang sudah menganut sepak bola modern, 1. FC Nurnberg pun mulai terlempar dari peta persaingan klub papan atas Jerman.
Untuk saat ini 1. FC Nurnberg menjadi salah satu tim promosi di kompetisi Bundesliha musim 2018/19. Itu setelah mereka berhasil menduduki posisi kedua di klasemen akhir kompetisi kasta kedua Jerman musim 2017/18.
Aston Villa
someoneinlondon.com
Bicara soal Aston Villa, pasti yang ada di benak kalian adalah klub yang saat ini sudah terdegradasi dari kompetisi Liga Premier Inggris dan bermain di Divisi Championship. Namun tahukah kamu, bahwa Aston Villa pernah menjadi salah satu klub yang berhasil merajai sepak bola Inggris. Bahkan markas Aston Villa, Villa Park, menjadi stadion yang telah menggelar babak semi-final Piala FA terbanyak dibandingkan dengan stadion mana pun. Bukan hanya itu, saat ini jejak kesuksesan Aston Villa juga masih terlihat, di mana mereka menduduki posisi ke-5 sebagai klub pemegang gelar juara Liga Inggris terbanyak, yakni sebanyak 7 kali.
Tidak hanya itu, kehebatan Aston Villa juga sempat menjamah Eropa. Karena mereka berhasil menjadi juara Liga Champions Eropa tahun 1982, setelah di partai final mengalahkan Bayern Munich dengan skor 1-0. Tidak berhenti sampai di situ, mereka juga sukses mengalahkan klub sekelas Barcelona dalam pertandingan UEFA Super Cup pada tahun 1982.
Namun era kejayaan Aston Villa akhirnya berakhir, dan kini mereka hanya berkompetisi di kasta kedua. Padahal sebelumnya mereka sempat menjadi salah satu dari lima klub Inggris yang menjadi juara di Liga Champions Eropa.
AC Parma
youtube.com
Selanjutnya adalah klub asal Italia bernama AC Parma, yang kini sudah berganti nama menjadi Parma Calcio 1913. Kejayaan AC Parma dimulai pada tahun 1989, ketika mereka dilatih oleh Nevio Scala. Semusim melatih AC Parma, Scala berhasil mengantarkan klub besutannya promosi ke Serie A. Dibawah tangan dingin Scala dan kucuran dana yang melimpah dari Parmalat, AC Parma menjadi klub yang sangat disegani di Italia bahkan Eropa.
Baru satu musim bermain di Serie A, AC Parma langsung lolos ke UEFA Cup pada musim 1991/92 untuk yang pertama kalinya, setelah berhasil mengakhiri kompetisi Serie A dengan berada di urutan ke-6. Pada musim 1991.92, Scala berhasil mempersembahkan gelar juara pertama untuk AC Parma dengan memenangi Coppa Italia. Tak berselang lama setelah itu, AC Parma berhasil meraih gelar juara UEFA Cup musim 1994/95, setelah di final mengalahkan Juventus dengan agregat 2-1.
Tidak hanya di era Scala, AC Parma juga sempat berjaya di era Carlo Ancelotti dan Alberto Malesani. Bahkan di tangan Malesani, AC Parma berhasil juara Coppa Italia dan juga UEFA Cup musim 1998/99.
Sementara itu, kemunduran AC Parma dikarenakan kebangkrutan dari Parmalat. Ia tidak lagi sanggup melunasi hutang-hutang klub. AC Parma pun dinyatakan bangkrut oleh federasi sepak bola Italia pada tahun 2015. Namun tiga tahun setelah itu, AC Parma dengan nama barunya, Parma Calcio 1913 kembali promosi ke kompetisi Serie A.
Nottingham Forest
www.nottinghamforest.co.uk
Era kejayaan Nottingham Forest dimulai setelah mereka menunjuk Brian Clough menjadi pelatih. Di musim penuh pertamanya pada musim 1976/77, Clough berhasil mengantarkan Nottingham Forest menduduki posisi ketiga di kompetisi kasta kedua dan berhak promosi ke kompetisi kasta tertinggi Inggris di musim berikutnya. Mengejutkannya lagi, di musim 1977/78 Clough berhasil mengantarkan klubnya juara Liga Inggris. Prestasi Clough pun belum ada yang mampu menyamai, di mana sebuah klub promosi langsung menjuarai kompetisi kasta tertinggi.
Tidak berhenti sampai di situ, di musim selanjutnya Clough berhasil mengantarkan Nottingham Forest menjadi juara European Cup setelah mengalahkan Malmo di Munich. Sebagai pelengkap, Clough pernah mengantarkan Nottingham Forest meraih gelar European Super Cup tahun 1979, setelah mengalahkan Barcelona.
Di tangan Clough, Nottingham Forest sempat mencatat rekor dengan 42 pertandingan tidak terkalahkan. Namun rekor itu kemudian dipatahkan oleh Arsenal, yang mencatat 49 laga tidak terkalahkan.
Setelah era Clough berakhir, tidak ada pelatih yang mampu mengembalikan kejayaan Nottingham Forest. Untuk saat ini Nottingham Forest masih bermain di kompetisi kasta kedua Inggris atau Divisi Championship.
Itulah lima klub besar yang bertransformasi menjadi klub medioker, mustahil tapi memang bisa terjadi. Artikel ini saya tulis menyusul banyaknya anggapan dari para pecinta sepak bola yang mengklaim bahwa klub-klub raksasa tidak akan pernah bertransformasi menjadi klub kecil. Karena kecintaan saya terhadap sepak bola, ditulislah artikel seperti yang di atas, dengan bantuan informasi dari berbagai sumber terpercaya.