Bukan Arema, Rival Persebaya yang Sebenarnya Adalah Persija Jakarta
Modified
Sampai saat ini sepak bola Indonesia masih bisa dibilang jauh dari kata sehat. Karena hampir setiap tahun sepak bola Indonesia selalu diwarnai oleh insiden kontroversial, baik di dalam lapangan atau pun di luar lapangan. Selain itu, suporter Indonesia juga masih bisa dibilang jauh dari kata dewasa. Hal itu terlihat dari masih banyaknya insiden bentrokan yang melibatkan suporter kedua tim yang punya sejarah rivalitas panjang.
Bicara soal sepak bola, memang pertandingan tidak akan menarik tanpa adanya sebuah rivalitas. Sering kali kita lihat bahwa pertandingan yang mempertemukan dua tim dengan sejarah rivalitas panjang pasti akan disaksikan oleh ribuan penonton. Bahkan tidak jarang, stadion tidak bisa menampung banyaknya suporter yang ingin menyaksikan langsung pertandingan dua tim yang punya sejarah rivalitas panjang. Sementara pertandingan yang mempertemukan dua tim tanpa punya sejarah rivalitas sering kali tidak terlalu diminati oleh suporter. Akibatnya, suporter pun jarang sekali memenuhi stadion untuk menyaksikan pertandingan tersebut.
Di Indonesia sendiri banyak tim yang memiliki sejarah rivalitas panjang dengan tim lainnya, salah satunya adalah Arema FC dengan Persebaya Surabaya. Oleh sebab itu, sering kali kita lihat bahwa pertandingan yang mempertemukan kedua tim tersebut pasti akan diminati oleh suporter, ribuan suporter pun akan berusaha memadati stadion demi bisa menyaksikan pertandingan tersebut. Bahkan ada juga suporter yang tak bertiket berusaha merangsek masuk ke dalam stadion, mengingat tingginya rivalitas antara Arema dan Persebaya.
jatim.tribunnews.com
Seiring dengan tingginya rivalitas antara Arema dan Persebaya, tidak jarang suporter kedua tim terlibat bentrok di luar lapangan pertandingan. Bahkan bentrokan antara pendukung Arema atau biasa disebut dengan Aremania dengan pendukung Persebaya atau yang biasa disebut dengan Bonekmania menimbulkan korban jiwa. Menurut informasi, sejak tahun 1995, rivalitas antara Arema dan Persebaya sudah memakan 25 korban jiwa, dengan rincian 16 korban dari pihak Bonekmania dan 9 korban dari pihak Aremania.
Meskipun Arema dan Persebaya sering disebut sebagai rival abadi, namun ternyata rival abadi tim Bajul Ijo adalah Persija Jakarta. Sementara rivalitas antara Arema dan Persebaya mulai terbentuk pada tahun 90’an.
Persija Jakarta dan Persebaya, Dua Tim Pengoleksi Gelar Juara Terbanyak
surabaya.tribunnews.com
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, bahwa rival abadi Persebaya yang sebenarnya adalah Persija Jakarta. Hal itu terjadi karena di masa lalu kedua tim tersebut sering bertemu dalam pertandingan penting, bahkan di partai final. Oleh sebab itu, bisa dikatakan bahwa sejarah rivalitas antara Persebaya dan Persija dipupuk di atas lapangan, bukan karena adu gengsi antar suporter.
Beberapa sumber menyebutkan bahwa perseteruan antara Persebaya dengan Persija sudah terjadi sejak awal tahun 50’an. Sejak tahun itu, Persebaya dan Persija memang dikenal sebagai dua tim yang paling banyak mengumpulkan trofi sepak bola kompetisi kasta tertinggi di Indonesia. Dengan catatan Persija berhasil meraih lima gelar Perserikatan dan 4 kali juara Stedenwedstrijden (sebelum berubah nama menjadi kompetisi Perserikatan). Koleksi gelar juara kompetisi kasta tertinggi Persija genap menjadi 10 gelar setelah mereka berhasil menjuarai Liga Indonesia tahun 2004. Sementara Persebaya adalah tim yang berhasil meraih 4 gelar juara era Perserikatan dan 2 gelar juara Liga Indonesia.
Sering Bertemu dalam Pertandingan Penting
Selain sama-sama menjadi tim dengan koleksi gelar juara terbanyak, Persebaya dan Persija juga sering bertemu dalam pertandingan penting. Berdasarkan informasi, ada 4 edisi di mana Persebaya berhasil menjadi juara dan Persija menjadi runner-up, begitu pun dengan sebaliknya. Pada tahun 1952, Persebaya berhasil mengalahkan Persija dalam babak 6 besar dengan memenangkan pertandingan di babak tersebut. Sementara Persija berada di posisi runner-up dengan meraih 4 kemenangan, 1 seri, dan 1 laga harus berakhir dengan kekalahan.
Sementara pada tahun 1973, giliran Persija yang mampu mengalahkan Persebaya dengan skor 1-0. Meskipun hanya diwarnai oleh kemenangan tipis, namun banyak yang menilai bahwa laga yang dilangsungkan di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan itu adalah pertandingan yang paling dikenang, karena disaksikan sekitar 100 ribu penonton. Selain itu, sejak awal pertandingan Persebaya sudah memperagakan permainan keras, dengan tujuan melunturkan semangat bertanding para pemain tim Macan Kemayoran. Kurang tegasnya kepemimpinan wasit Djuremi pada laga kala itu membuat pertandingan semakin memanas. Namun beruntung, Persija tetap bisa mengembangkan permainannya, hingga akhirnya berhasil mencetak gol melalui Andi Lala. Persija pun kemudian berhasil menjadi juara di kompetisi tahun tersebut, dan kembali mengulanginya pada tahun 1975 dan 1979. Sementara pada tahun 1978, Persebaya berhasil mengalahkan Persija dengan skor 4-3 di partai final. Sejak final tahun 1978, kedua tim tidak lagi pernah bertemu dalam sebuah partai final.
Di era Liga Indonesia, baik Persebaya dan Persija sama-sama menjadi tim yang cukup disegani. Persebaya dua kali juara di era Liga Indonesia, yakni pada musim 1996/97 dan 2004. Sementara Persija berhasil juara pada tahun 2001 silam. Uniknya, Persija berhasil meraih gelar juara Liga Indonesia tahun 2001 silam setelah mengalahkan Persebaya dengan skor 2-1 di babak semi-final. Sementara Persebaya berhasil juara di tahun 2004 setelah mereka berhasil mengalahkan Persija dengan skor 2-1 pada laga pekan penentuan.
Awal Mula Sejarah Perseteruan Arema dan Persebaya
jatim.tribunnews.com
Pada awal mulanya, Arema bukanlah rival dari Persebaya. Karena Arema dan Persebaya bermain di kompetisi yang berbeda, di mana Arema bermain di kompetisi Galatama dan Persebaya bermain di kompetisi Perserikatan. Arema dan Persebaya sendiri baru bertemu pada tahun 1994 silam silam, di mana kala itu PSSI memutuskan untuk melebur kompetisi Galatama dan Perserikatan. Pertemuan antara Arema dan Persebaya pun terjadi di kompetisi Divisi Utama Liga Indonesia (nama kompetisi setelah peleburan) 1994 silam, di mana kala itu Arema berhasil mengalahkan Persebaya dengan skor 1-0.
Empat tahun sebelum pertemuan pertama kedua tim di Divisi Utama Liga Indonesia, gesekan antara Arek-Arek Malang dengan Arek-Arek Surabaya mulai terjadi pada sebuah konser musik Kantata Takwa di Stadion Tambaksari, Surabaya pada 23 Januari 1990 silam. Kala itu Arek-Arek Malang menguasai depan panggung sambil meneriakkan kata ‘Arema (singkatan dari Arek Malang)’. Hal itu membuat Arek-Arek Surabaya harus mundur dan ‘terkalahkan’ oleh kehadiran Arek-Arek Malang. Tidak tinggal diam, Arek-Arek Surabaya kembali datang dengan jumlah yang lebih banyak dan berhasil memukul mundur Arek-Arek Malang hingga keluar Stadion Tambaksari. Arek-Arek Malang pun tidak terima, bentrokan pun terjadi hingga merembet ke Stasiun Gubeng, Surabaya.
Situasi panas antara Arek-Arek Malang dan Surabaya kembali memanas pada sebuah konser Sepultura pada Juni 1992 silam. Pada acara tersebut, Arek-Arek Surabaya sudah siap menguasai depan panggung dan Arek-Arek Malang langsung dihalau ketika hendak memasuki Stadion Tambaksari. Karena hal itu, tawuran kembali terjadi di luar Stadion Tambaksari.
Kecemburuan Suporter Malang pada Media Kala Itu
bonekjabodetabek.com
Rivalitas antara Arema dan Persebaya juga dipupuk oleh ketidakadilan media kala itu. Sebagai contoh, ketika Arema atau Persema Malang berhasil menjadi juara, tidak banyak media yang memberitakan keberhasilan tersebut. Jikalau ada, pemberitaan keberhasilan Arema atau Persema menjadi juara hanya satu kolom. Hal berbeda di alami oleh Persebaya, di mana keberhasilan mereka menjadi juara akan langsung menjadi headline di media ternama Jawa Timur.
Petinggi Bonekmania Terdahulu Sering Meremehkan Tim Malang
www.malangpostonline.com
Petinggi Bonekmania kala itu, H. Barmen dan Mudayat sering kali merendahkan tim asal Malang, baik Arema atau pun Persema. Kala itu mereka berseloroh bahwa Persebaya tidak mungkin kalah dari tim Malang, bahkan untuk menahan imbang tim Bajul Ijo pun mereka tidak akan sanggup. Pernyataan itu pun dimuat di media cetak, dan tentunya semakin memanaskan hubungan antara Malang dan Surabaya.
Pernyataan Barmen dan Mudayat pun sangat menyakiti hati warga Malang. Karena itu, mereka berniat melakukan balas dendam kepada Arek-Arek Surabaya (sebelum bernama Bonekmania). Kemarahan mereka semakin menjadi-jadi setelah ada isu yang mengatakan bahwa Arek-Arek Surabaya akan ‘ngluruk’ ke Malang. Merasa tertantang, Arek-Arek Malang pun berusaha mencegat kehadiran Arek-Arek Surabaya di Lawang. Namun aksinya gagal karena ketika sampai di pertigaan Karanglo, Singosari, Arek-Arek Malang yang akan menghalau Arek-Arek Surabaya dihalau oleh polisi dan Kodim. Mereka pun kemudian melampiaskan kekeselannya dengan memecahkan kaca mobil plat L dan di Stadion Gajayana sendiri (masih belum dibangun Stadion Kanjuruhan) Arek-Arek Malang membentangkan spanduk bertuliskan “Kalahkan Persebaya, Bungkam Mulut Besar Barmen dan Mudayat” dan “Barmen & Mudayat Haram Masuk Kota Malang”.
Dengan pemberitaan media yang seakan-akan mengadu domba, perseteruan antara Aremania dan Bonekmania pun semakin dipupuk dan terus memanas hingga saat ini. Oleh sebab itu, kedua kelompok suporter itu pun sering terlibat bentrok. Bahkan sampai saat ini suporter kedua tim dilarang melakukan kunjungan ke kandang lawan saat kedua tim bertemu dalam suatu pertandingan.
Nah, itulah fakta yang sebenarnya mengenai rival Persebaya. Sehingga bisa disimpulkan bahwa rival abadi Persebaya adalah Persija, di mana rivalitas kedua tim dipupuk di atas lapangan. Sementara rivalitas antara Arema dan Persebaya lebih dikarenakan pertarungan harga diri antara Arek-Arek Malang dan Surabaya.
Artikel ini saya tulis karena memang saya adalah pecinta sepak bola. Selain itu, saya juga lahir di Malang dan untuk saat ini saya sedang melanjutkan pendidikan tinggi di salah satu kampus ternama di Surabaya. Sehingga pelan-pelan saya pun mulai mengetahui sejarah rivalitas antara Arema dan juga Persebaya.